Kamis, 23 Maret 2017

Ketua MPR Mengakui, DPR Lembaga Paling Korup Saat ini

 KORUPSI di negeri ini sebegitu akut. Sebab, korupsi tak hanya dilakukan individu, namun juga lembaga. Tak heran, Ketua MPR Zulkifli Hasan juga tak menampik jika DPR adalah lembaga paling korup saat ini. Terlebih mencuatnya kasus korupsi megaproyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) belakangan ini.


KORUPSI di negeri ini sebegitu akut. Sebab, korupsi tak hanya dilakukan individu, namun juga lembaga. Tak heran, Ketua MPR Zulkifli Hasan juga tak menampik jika DPR adalah lembaga paling korup saat ini. Terlebih mencuatnya kasus korupsi megaproyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) belakangan ini.

Pernyataan Zulkifli itu menanggapi hasil survei Global Corruption Barometer (GBC), DPR menjadi lembaga paling korup di Indonesia pada 2017.

“DPR sudah paling buruk ya sekarang ini. Kita akui sudah paling buruk, saya kira enggak ada lagi yang lebih buruk dari sekarang,” kata Zulkifli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Predikat sebagai lembaga terkorup itu, menurut Zulkifli, harus direspons dengan sikap kooperatif anggota DPR yang diduga menerima aliran dana korupsi e-KTP terhadap penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Para legislator itu, kata dia, harus bisa bekerja sama saat diperiksa KPK. Zulkifli pun mengatakan dalam proses hukum kasus e-KTP, ia mendukung sepenuhnya langkah KPK.

Saat ditanya apakah dugaan keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP akan semakin memperburuk citra DPR, ia hanya menjawab singkat. “Pokoknya kita serahkanlah kepada KPK, kita tunggu lah, ini kan sudah ada surveinya,” lanjut Zulkifli.

Dikutip harian Kompas edisi Rabu (8/3/2017), berdasarkan hasil survei Global Corruption Barometer, DPR menjadi lembaga paling korup di Indonesia pada 2017. Survei GCB dilakukan di 16 negara Asia Pasifik pada Juli 2017-Januari 2017 kepada 22.000 responden.

Untuk Indonesia, survei berlangsung 26 April-27 Juni 2017 dengan 1.000 responden di 31 provinsi. Hasil survei tersebut, untuk Indonesia, DPR dianggap paling korup.

“Penilaian ini konsisten, setidaknya selama tiga tahun terakhir,” kata peneliti Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko saat memaparkan hasil survei GCB, Selasa (7/3/2017) di Jakarta.

Hasil survei itu terkonfirmasi antara lain dengan adanya sejumlah anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi. Salah satunya adalah kasus pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2018 yang sedianya akan disidangkan pada 9 Maret mendatang. (*)

Kamis, 02 Maret 2017

Kekayaan Empat Orang Indonesia ini, Lebih Besar Dibanding 100 Juta Penduduk Miskin

ORGANISASI nirlaba yang memfokuskan diri memerangi kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh dunia, OXfam merilis laporan ketimpangan sosial di Indonesia. Dalam laporannya, Oxfam mencatat kekayaan empat orang terkaya di Indonesia masih lebih besar dibanding kekayaan 100 juta rakyat miskin di negeri ini, Kamis (22/2/2017)


ORGANISASI nirlaba yang memfokuskan diri memerangi kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh dunia, OXfam merilis laporan ketimpangan sosial di Indonesia. Dalam laporannya, Oxfam mencatat kekayaan empat orang terkaya di Indonesia masih lebih besar dibanding kekayaan 100 juta rakyat miskin di negeri ini, Kamis (22/2/2017) seperti dikutip dari laman voaindonesia.com.

Oxfam mencatat, dengan populasi 260 juta jiwa, Indonesia berada di peringkat enam ketidaksetraan terburuk di dunia setelah Thailand di Asia.

Oxfam menilai, ketimpangan ini akibat "fundamentalisme pasar" yang memberikan peluang besar orang-orang kaya untuk mendapatkan lebih besar keuntungan dari pertumbuhan ekonomi di negeri ini.

Tak tanggung-tanggung, Oxfam juga menyebut untuk menghapus kemiskinan di Indonesia selama setahun, cukup terselesaikan dengan kekayaan hanya satu dari empat orang terkaya tersebut, seperti taipan-taipan rokok Budi Hartono, Michael Hartono dan Susilo Wonowidjojo.

Laporan itu mengatakan kemiskinan ekstrem, yakni pendapatan harian kurang dari US$1.90 atau Rp 25.000, telah turun drastis sejak tahun 2000. Akan tetapi 93 juta rakyat Indonesia masih hidup dengan kurang dari Rp 28.000 per hari, yang masuk ke dalam garis kemiskinan moderat menurut definisi Bank Dunia.

Oxfam mengatakan ketidakstabilan sosial dapat meningkat jika pemerintah tidak menanggulangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mengatakan bahwa pengurangan ketidaksetaraan adalah salah satu prioritas utama pemerintahannya. Sebuah survei Bank Dunia tahun 2017 menunjukkan tingginya tingkat keprihatinan publik mengenai kesenjangan kekayaan.

Laporan itu mengatakan pengumpulan pajak Indonesia adalah yang terendah kedua di Asia Tenggara dan sistem pajak “gagal memainkan peran penting dalam mendistribusikan kembali kekayaan.”

Untuk meningkatkan pengumpulan pajak, agar anggaran rendah untuk layanan-layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan dapat ditingkatkan, Indonesia memerlukan tingkat pajak yang lebih tinggi untuk kelompok-kelompok berpendapatan tertinggi, pajak warisan yang lebih tinggi dan pajak kekayaan baru, menurut laporan itu.

Mengatasi pengemplangan pajak juga penting, kata Oxfam, mengutip data Dana Moneter Internasional yang menunjukkan bahwa $101 miliar mengalir dari Indonesia ke surga-surga pajak tahun 2017. (*)